Mohammad Yasya Bahrul Ulum kembali menjadi kebanggaan kampus
ITS dengan gemilang prestasinya. Setelah berhasil menyabet juara pertama
Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina bidang Matematika, mahasiswa angkatan
2013 tersebut kini membawa harum nama Indonesia di kancah internasional. Yasya
sukses merebut medali emas dalam ajang bergengsi International Mathematics
Competition (IMC) for University Student 2014 di Blageovgrad, Bulgaria.
Prestasi ini menjadi kali kedua bagi Indonesia dalam meraih
medali emas di IMC. Sebelumnya, Albert Gunawan dari Universitas Gadjah Mada
(UGM) juga mempersembahkan medali yang sama di tahun 2010. Kompetisi yang
berlangsung selama sepekan sejak Selasa (29/8) lalu diikuti oleh 324 peserta
dengan lebih dari 44 negara.
Dalam kompetisi ini, para peserta diminta memecahkan masalah
dalam bentuk essay. Bidang yang dikompetisikan adalah aljabar, analisis,
geometri dan kombinatorik. Peserta diberikan lima soal yang disajikan dalam
bahasa Inggris setiap harinya. Waktu untuk mengerjakannya adalah selama dua
hari. ''Setiap harinya diberikan alokasi waktu satu jam,'' tutur Yasya.
Meski sempat merasa minder, Yasya terus mengerjakan soal
dengan usaha terbaiknya. Ia mengaku, secara keseluruhan ada tiga soal yang
belum bisa ia jawab dengan benar. ''Saya tidak bisa mengerjakan soal bagian
kombinatorik, cukup susah,'' akunya.
Pun demikian, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro ini berhasil
memperoleh selisih nilai 30 poin dari grand first prize dan menempatkannya
dalam posisi emas. Dengan perolehan itu, Yasya berhasil unggul dari pesaing
lain yang berasal dari perguruan tinggi ternama di dunia, seperti Universitat
Bonn di Jerman, Yale University di Amerika Serikat, University of Gottingen di
Jerman, Moscow Institute of Physics and Technology di Rusia, University College
London, Universidad Nacional Autonoma de Mexico, University of Illinois at
Urbana Campaign serta Nanyang Technological University Singapura.
Dari keseluruhan lawan, Israel menurut Yasya tetap menjadi
lawan terberatnya. ''Peraih first grand prize berasal dari Israel,'' ujarnya. Seperti
dikutip dari laman resmi IMC, Israel menempatkan lima mahasiswanya di posisi
emas, sehingga berhasil meraih juara umum. Sedangkan Yasha menjadi satu-satunya
peraih emas dari enam delegasi lain yang dikirim Indonesia dalam kompetisi ini.
Atas prestasi tersebut, Yasya dianugerahi beasiswa Olimpiade
Sains Internasional (OSI) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RepubIik
Indonesia hingga studi doktoral di seluruh perguruan tinggi di dunia. Saat
ditanya rencana studi magisternya, Yasya mengaku menginginkan kuliah di Jurusan
Matematika ITB. ''Saya ingin mempersiapkan dulu kemampuan Matematika saya di
ITB, baru ke luar negeri,'' ujarnya saat dihubungi ITS Online melalui telepon.
Sebelum melenggang ke tingkat internasional, Yasha telah
melewati berbagai tahapan seleksi, baik tingkat regional maupun nasional.
Selepas meraih juara pertama OSN Pertamina tingkat nasional, Yasya beserta
peraih medali emas, perak dan perunggu Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (ON-MIPA) mengikuti seleksi final untuk menentukan tujuh
mahasiswa terbaik.
''Dari situ lah pembinaan mulai gencar dilakukan,'' ucap
alumnus SMAN Sragen Billingual Boarding School (SBBS) gemolong ini. Ketujuh
mahasiswa tersebut dibina secara intensif di Jakarta selama dua minggu oleh
dosen-dosen berpengalaman. ''Di sana saya menghabiskan 10 jam setiap harinya
untuk belajar soal, kalau hari-hari biasa sekitar 3 jam biasanya,'' ungkap pria
yang bercita-cita menjadi ilmuwan dan businessman ini.
Bangun Mental dengan Shalat Malam
Prestasi ini memang bukan kiprah pertama bagi Yasya dalam
olimpiade Matematika. Ia memiliki catatan prestasi gemilang dalam kompetisi
yang membutuhkan ketelitian tinggi ini. Sejak SMP, putra pasangan Imam Chumaedi
dan Shofiyah ini telah beberapa kali menjuarai OSN. Hingga saat duduk di bangku
SMA, ia berhasil mempersembahkan medali emas bagi Jawa Tengah dalam OSN tingkat
nasional.
Ditelusuri lebih lanjut, ternyata kesuksesan Yasya di ajang
olimpiade Matematika tidak hanya karena ketekunannya dalam belajar dan berlatih
soal. Ia selalu menyempatkan diri untuk shalat malam setiap harinya.
Menurutnya, rutinitas tersebut ia lakukan untuk membangun mental positifnya.
''Kita bisa intropeksi diri dan memperkuat semangat serta motivasi,'' ungkap
pria yang saat ini berumur 20 tahun itu.
Mahasiswa yang hobi bermain games dan olahraga futsal ini
berpesan kepada mahasiswa dan para pelajar lainnya untuk tidak bermalas-malasan
dalam belajar. Menurutnya, pemuda adalah generasi masa depan yang menjadi
penentu kemajuan Indonesia. ''Kalau bermalas-malasan, ya negeri kita akan
bobrok,'' tandasnya impresif. (mis/oly)