Wiweko Soepono (lahir di Blitar, Jawa Timur, 18 Januari 1923
– meninggal di Jakarta, 8 September 2000 pada umur 77 tahun) dikenal sebagai
seorang direktur utama Garuda Indonesia pada periode 1968-1984. Wiweko adalah
bapak dari pesawat two-man cockpit yang diterapkan pabrik Airbus Industrie.
Pesawat pertama kokpit dua awak (crew) adalah Airbus A300-B4 FFCC (Forward
Facing Crew Cockpit), cikal bakal pesawat glass cockpit berawak dua
pesawat-pesawat sekarang.
Wiweko dikenal sebagai perintis industri dunia penerbangan
Indonesia bersama-sama dengan R.J. Salatun dan Nurtanio Pringgoadisuryo yang
dikenal sebagai tiga serangkai. Serta Yum Sumarsono sebagai perintis dunia
helikopter di Indonesia khususnya untuk para penerbang cacat.
Pada Masa perjuangan bangsa, Wiweko pernah ditugasi Presiden
Soekarno untuk membeli pesawat DC-3 Dakota untuk kepentingan perjuangan
Republik Indonesia dari sumbangan masyarakat Aceh. Menurut Wiweko, dana yang
diterimanya di Siam (kini Thailand) separuh dari jumlah yang direncanakan saat
itu 120.000 Strait dollar sehingga hanya mampu beli satu buah pesawat saja.
"Korupsi sudah membudaya pada masa itu" keluhnya suatu hari. Pesawat
yang dinamakan RI 001 Seulawah itu sedianya dibawa ke Indonesia, namun
diurungkan karena ada blokade dari pihak Belanda, maka dijadikan modal usaha
penerbangan Indonesian Airways yang beroperasi di Birma (kini Myanmar) pada
tanggal 29 Januari 1949. Saat itu Birma membutuhkan jasa angkutan udara baik
untuk kepentingan sipil maupun militer menghadapi kaum separatis. Usahanya yang
dia rintis membawakan hasil bahkan dapat menambah modal usaha dengan membeli
pesawat C-47 (DC-3 Dakota versi militer) serta akhirnya pada tanggal 31 Oktober
1950, mampu menyumbangkan pesawat dakota RI 007 Djakarta sebagai terima kasih
kepada pemerintah Myanmar.
Dalam sejarah, bersama awak pesawat DC-3 Dakota RI-001
"Seulawah" Indonesian Airways, Wiweko berhasil dua kali menembus
blokade udara Belanda, menyelundupkan senjata, peralatan komunikasi dan
obat-obatan dari Birma ke Pangkalan Udara Lhok Nga dan Pangkalan Udara Blang
Bintang (Bandar Udara Iskandar Muda), Aceh.
Wiweko sempat berkarier di Angkatan Udara Republik Indonesia
TNI AU, namun karena terlibat perselisihan masalah pimpinan udara yang juga
melibatkan Komodor Udara Soejano, Wiweko akhirnya diberhentikan oleh Presiden
Soekarno
Dalam perjalanannya sebagai direktur utama, Wiweko sering
menerbangkan pesawat armadanya sendiri. Pengalamannya menerbangkan pesawat
mesin ganda baling-baling Beechcraft Super H-18 Desember 1965 trans-Pasifik
seorang diri dari pabrik Beechcraft di Wichita (Kansas) via Oakland, Amerika
Serikat (7 Desember) ke Jakarta sehingga Wiweko mengusulkan agar pesawat Super
H-18 mempergunakan sistem intergrity untuk one pilot operation dan diterima
oleh perusahaan Beechcraft.
Pengalaman inilah yang membuat dirinya bersama staf Airbus
Industrie, eksekutif perusahaan Roger Beteille, pilot uji Pierre Baud, serta
staf lainnya membuat konsep penerbangan dengan dua awak pesawat. Konsep ini
dibuat setelah uji coba dengan pesawat Airbus Airbus A-300B-4 memperlihatkan
peran flight engineer yang tidak terlalu banyak. Dengan mengeliminir flight
engineer dan mengubah setting layout cockpit pesawat, maka diperoleh konsep
FFCC (Forward Facing Crew Cockpit) yang memungkinkan pesawat kelas jumbo hanya
diterbangkan oleh dua awak pesawat. Konsep FFCC sangat ditentang pada saat itu,
baik di dalam maupun di luar negeri. Namun kini konsep itu disempurnakan
menjadi glass cockpit yang menjadi standar untuk pesawat sipil. Boeing yang
semula menentang akhirnya menggunakan teknologi ini pada pesawat Boeing 747 400
dan Boeing 777. Nama glass cockpit juga dikenal sebagai Garuda cockpit yang
sebelumnya dinamakan Wiweko cockpit. Tercatat Garuda Indonesia mengoperasikan 9
pesawat jenis ini (A 300 B4 FFCC), salah satunya jatuh di Sibolangit, Sumatera
Utara pada tahun 1997. Pada akhirnya untuk menyehatkan keuangan perusahaan (dan
mengikuti perkembangan teknologi), pesawat ini kemudian dijual untuk
menyehatkan perusahaan meskipun menurut R.J. Salatun, setidaknya ada salah satu
yang seharusnya dimasukkan museum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar